Pages

July 28, 2008

…..Menggagas Masa Depan Desa (MMDD)….

Tri Setyo Waluyo (Sp.MIS Prov-Kaltim)

Sebagai salah satu bagian dari pelaku pengentasan kemiskinan nasional kita tentu senantiasa tersentuh oleh mencuatnya berita-berita ketimpangan sosial, hingga kasus yang paling kritis seputar persoalan kemiskinan. Untuk itu kita juga mencoba senantiasa belajar dan berusaha mereview dari kekurangan-kekurangan yang kira-kira masih perlu dibenahi bersama khususnya lingkup MMDD sebagai tahapan "master key" dalam implementasi program di lapangan.
Pada beberapa kegiatan rakor FK yang terakhir saya ikuti, ada beberapa pertanyaan yang terlontar seputar masihkah perlu MMDD dan aktifitas pendataannya dilakukan kembali pada PNPM MP tahun ini, ataukah cukup dengan hanya review data tahun sebelumnya?, mengingat proses yang sudah dilakukan sebelumnya sudah cukup memadai, sudah terjilid rapi dan bercermin pengalaman selama ini dapat diprediksi tidak akan mengalami perubahan yang signifikan oleh masyarakat di tahun ini.
Gambaran MMDD lingkup wilayah kita tersebut terasa bahwa ada sesuatu yang senantiasa belum tuntas, yaitu bagaimana MMDD dapat benar-benar sudah mengidentifikasi akar masalah kemiskinan dengan pisau analisa masyarakat itu sendiri dan kemudian menelorkan usulan prioritas yang prospektif terhadap sasaran program, serta kegiatan yang benar-benar tanggap menjawab realitas kemiskinan. Jawaban-jawaban yang berorientasi proses seperti menjabarkan teknis MMDD sebagai: sosialisasi di dusun mengenai program dan sasarannya - pemetaan sosial - penggalian gagasan, lalu syarat partisipasi yang memadai dan sedapat mungkin banyak melibatkan stake holder yang ada di komunitas dusun tsb, revitalisasi format-format pendataan MMDD dan outputnya, dll. adalah faktor-faktor yang oleh fasilitator lapangan dipandang subyektif untuk senantiasa dijadikan jaminan lahirnya gagasan-gagasan berpihak yang dimaksud, disamping itu teknis untuk ini membutuhkan kemapanan antar pelaku ditingkat desa/dusun cukup menyita banyak sumber daya. Sebetulnya jika berdialog panjang dengan beberapa teman-teman FK dan F-Kab untuk mencoba mengenal substansi persoalan ini maka akan bermuara pada adanya kesan bahwa fasilitator lapangan cenderung kehilangan akal menghadapi beberapa masalah psikologi lapangan yang relatif sama setiap tahunnya serta adanya bentuk kehati-hatian dalam memfasilitasi jenis usulan kegiatan tertentu yang tidak lazim agar nantinya tidak berdampak menyulitkan.
Untuk itu, mungkin sudah saatnya bentuk kerjasama lebih dikongkretkan dengan lebih terbuka menyerap informasi/alternatif kegiatan berbasis masyarakat dari sektoral pemerintahan atau stake holder lainnya untuk salah satunya ditawarkan sebagai reverensi pada kegiatan MMDD (sebagaimana tawaran parameter kemiskinan dari program/lembaga BPS, dll.). Mungkin dengan langkah ini pula kita dapat lebih melengkapi daftar Tabel Kegiatan (TBKegiatan. Dibutuhkan juga penjelasan-penjelasan koridor serta share best-practice yang memadai terhadap beberapa usulan-usulan yang rentan dikategorikan kegiatan UEP seperti peningkatan keterampilan masyarakat, pengadaan sarana yang bertujuan menunjang kegiatan-kegiatan ekonomi, seperti gilingan Ubi, dll. agar turut memperkaya proses transaksi kegiatan tanpa beban ditingkat fasilitasi lapangan.
Mungkin terlalu ideal jika kita dapat meyakinkan fasilitator/kader lapangan untuk dapat berani bertanggung jawab atas masalah kemiskinan diwilayah mereka berhadapan dengan media, namun dengan mendorong proses yang lebih maksimal dilapangan akan membantu kita semua untuk percaya diri.
Semoga dengan memperkaya proses MMDD menjadi ajang bursa identifikasi (ada tawaran reverensi alternatif dan pengetahuan untuk resolusi dari pihak-pihak external) untuk transaksi kepentingan masyarakat (miskin), dapat menjadi salah satu terobosan dikegiatan ini agar lebih menarik lagi untuk dibicarakan lapisan masyarakat setiap tahunnya.
Soal keterlambatan gaji hingga saat ini, rasanya sudah cukup untuk mengajarkan kita lebih mengerti kesulitan orang miskin. Dan merasakan bagaimana kita melepaskan diri dari kesulitan hingga kita berpikir “BANGKIT BERSAMA UNTUK MANDIRI” sebagaimana apa yang kita idamkan dan sampaikan pada masyarakat.

0 comments:

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com

Post a Comment

Komentar anda :